Saturday, December 10, 2016

Bersama Om Doyan Seks

Perkenalkan, namaku Santi. Saat ini usiaku 21 tahun. Aku sekarang berkuliah di Universitas X di Jakarta. Aku ingin menceritakan pengalamanku pertama kali mengenal sex. Sebenarnya pengalaman ini sudah lama terjadi, yaitu ketika aku masih kelas 2 SMA, tetapi aku baru berani menceritakannya sekarang. Ketika aku masih bersekolah di SMA X, aku punya banyak sekali kesibukan seperti les dan belajar kelompok. Akibatnya, seringkali aku pulang malam. Aku sendiri tidak takut, karena sudah sering.

Jika pulang malam, aku menggunakan jasa ojek untuk mengantarku ke rumah. Oya, aku akan menceritakan diriku terlebih dahulu. Saat itu, aku berumur 16 tahun. Kulitku sawo matang seperti kebanyakan gadis jawa, rambut lurus panjang berwarna hitam sepunggung. Bentuk fisikku biasa saja, tinggi 163 cm dengan berat 51 kg. Ukuran bra 34B. Ketika itu, aku belum tahu tentang sex sama sekali.

Maklum, aku tinggal di lingkungan yang baik-baik. Kejadian yang mengubah hidupku terjadi ketika suatu hari aku pulang dari rumah temanku. Waktu itu sekitar bulan November, ketika Jakarta memasuki musim hujan. Aku pulang dari rumah teman sekitar jam 8 malam dengan menggunakan ojek. Aku selalu memilih pengemudi ojek yang tampangnya baik-baik. Pengemudi ojek yang kutumpangi kali ini sudah agak tua kira-kira 40 tahunan dan tampangnya penuh senyum. Sepanjang perjalanan dari daerah Lenteng Agung ke rumahku di Srengseng Sawah, beliau mengajakku ngobrol dengan sopan sambil melajukan motornya pelan-pelan.

Bersama Om Doyan Seks

Namun di tengah jalan hujan mulai turun dan semakin deras. Bajuku sudah setengah basah akibat hujan dan tampaknya bapak ojek ini, sebut saja Pak Amir (aku hingga kini tidak tahu namanya), tidak membawa jas hujan. Melihatku hampir kuyup dan kedinginan, beliau mengajakku berteduh terlebih dahulu di pos ojek terdekat. Pos itu tidak seperti gubuk-gubuk yang biasa dijadikan pos ojek dan penerangannya cukup baik. Di dalamnya terdapat dua pengemudi ojek lain yang juga menunggu hujan, sebut saja namanya Pak Doni dan Pak Budi (aku hingga kini juga tidak tahu nama mereka) yang usianya kira-kira 30 tahunan.

Pak Amir memintaku masuk agak ke dalam karena hujan sudah sangat deras. Sementara itu, Pak Amir terlihat ngobrol dengan Pak Doni dan Pak Budi sambil sesekali melihat ke arahku. Agak risih juga, karena aku gadis seorang diri di sana sementara baju SMA ku yang sudah lembab terlihat agak transparan. Beberapa lama kemudian, karena hujan belum reda, Pak Doni menawarkan teh manis hangat yang tersedia di pos tersebut. Tanpa curiga aku meminumnya sementara mereka melihatku sambil tersenyum. Setelah itu, mereka mengajakku ngobrol macam-macam. Kira-kira 5 menit kemudian, aku mulai merasa agak panas. Rasanya gerah sekali bajuku, padahal masih lembab. Anehnya aku juga mulai berkeringat.

Mereka yang melihat reaksiku, berkata: “Kenapa neng, gerah ya?”
“Iya nih pak”, jawabku
“Buka saja neng bajunya”, timpal mereka lagi
Gila, yang benar saja. Aku diam saja mendengar omongan mereka, aku anggap hanya lelucon orang dewasa. Tapi beberapa saat kemudian, tangan mereka mulai nakal menggerayangi pahaku yang masih terbungkus rok abu-abu. Aku yang semakin kepanasan mencoba menepis tangan mereka.
“Ih, apa sih pak, jangan macam-macam ah”, kataku
“Ga papa dong neng, sekali-sekali, ntar neng juga doyan kok”
Sial, berani benar mereka, aku mencoba melawan dan teriak minta tolong, tetapi karena hujan sangat deras dan jalanan sepi, tidak ada yang mendengarku. Seketika itu juga, aku didorong hingga rebah di dipan pos tersebut. Tangan dan kakiku dipegangi.
Pak Amir berkata: “Neng, kalo neng diem, kita janji deh ga bakalan bikin neng kesakitan, malah kita puasin.”

Aku diam saja melihat mereka, pikiranku antara sadar dan tidak, aku merasa kepanasan seolah ikut bergairah meladeni mereka. Pak Doni dan Pak Budi mulai melepas kancing seragamku sedangkan pak Amir menyingkap rokku dan mengelus-elus pahaku. Sekarang Mereka mulai mencumbui daerah dadaku dan pahaku.
“Ahh, pak, jangan pak… saya belum pernah… ahh”
Mereka malah semakin liar menjilatinya. Pak Doni mulai menggerayangi punggungku mencari kancing bra, namun anehnya aku malah ikut mengangkat punggungku untuk membantunya.

Seketika itu juga dadaku terpampang jelas di depan mereka, menjulang keluar seperti bukit, dengan puting warna coklat muda. Pak Doni dan Pak Budi kemudian menghisap putingku perlahan, membuat putingku makin tegak berdiri dengan keras. Jilatan Pak Amir semakin nakal di CD ku, kadang-kadang menyelinap ke balik CD ku yang sudah basah membuatku semakin kepanasan.
“ahh… Pak… Ouch…”
kataku makin tak jelas, sementara Pak Amir mulai menarik CD ku. Aku mengangkat pantatku untuk membantunya.
“Wah, cantik banget neng, memeknya. Masih perawan ya”, begitu kata beliau ketika melihat memekku yang berwarna merah muda dengan bulu memek yang jarang dan tampak mengkilat karena lendir kewanitaanku, “sekarang saya bikin neng puas deh”, dan setelah itu beliau mulai menjilati daerah pribadi saya. Saat itu, saya berpikir saya sedang dikerjai, tapi justru saya menikmatinya. Ketika mereka sudah tidak menahan tangan dan kaki saya, tangan saya malah mulai ikut menekan-nekan kepala pak Doni dan Pak Budi sedangkan kaki saya menjepit kepala Pak Amir seolah ingin mendapatkan kenikmatan lebih.

“ahh… ahh… ahh”
“Pak… ahh… enakh… trus..” aku meracau terus tanpa henti
ketika pak Amir memainkan klitorisku
“Ahhh… Pak… aku mau pipis… ah…”
“Arrhhhh…” aku teriak sekencangnya ketika aku orgasme untuk pertama kalinya. Seketika itu badanku lemas tidak bisa bergerak. Sementara mereka malah keenakan menjilati memekku bergantian, menghabiskan lendir kewanitaanku yang sudah banjir di rok. Kemudian sisa bajuku dilepas semua hingga aku bugil. Mereka juga melepaskan baju mereka hingga kami berempat bugil di pos.

Waktu sudah sekitar jam 9 malam tapi hujan masih sangat deras hingga tak ada seorangpun di luar dan menyadari kejadian ini. Mereka mulai merangsangiku lagi dengan menjilatiku, kali ini Pak Amir dan Pak Budi menjilati putingku, sedangkan pak Doni menjilati liang kewanitaanku. Aku yang masih dibawah pengaruh obat perangsang kembali bergairah menerima perlakuan mereka.
“ahh… ahh…, udah ahh…”
“jangan… trusin… ahhh”
“emh.. pak… enak banget…” kataku tak karuan
Pak Doni menjawab, “Memekmu juga enak say”
“ahh… ahh” aku menggelinjang menerima perlakuan mereka, sekarang adegan yang seharusnya pemerkosaan sudah berubah menjadi adegan sex yang kuinginkan lebih.
“ahhh… pak aku mau keluar…”

Kali ini ketika mereka tahu aku mau orgasme, mereka berhenti merangsangku. Aku yang sudah sangat horny sedikit kecewa waktu itu, tapi Pak Doni malah rebah di sampingku dan kedua pengojek lain menuntunku ke atas tubuh Pak Doni. Ketika bibir memekku tersentuh kepala kontol Pak Doni, aku merasa sangat terangsang. Dalam keadaan terangsang berat, aku mulai memegang kontol Pak Doni yang sudah sangat besar, dan memainkannya di bibir memekku. Sesekali Pak Doni menarikku hingga kepala kontolnya masuk ke memekku. Sementara dua pengojek lainnya masih memainkan putingku dan bibirku. Aku merasa sangat kenikmatan. Kukocok kontolnya di ujung memekku, semakin lama ku dorong semakin dalam dan akhirnya..

“ahhh… ahhhh… ahhhhhhh” tembus sudah keperawananku. Pak Doni mendiamkan batang kontolnya sebentar, membiarkanku beradaptasi dengan benda besar di dalam kemaluanku sambil menikmati pijatan dinding memekku yang masih sangat rapat. Sesaat kemudian Pak Doni mulai menaik-turunkan badanku hingga aku mendesah keenakan. Lama kelamaan aku bisa mengocok kontolnya dengan memekku sendiri.
“Ahhh… ahhh… cplok cplok…. ehhhhhggghhh…” begitu bunyi permainan kami.
“Enak banget memekmu, say. Masih rapet” kata Pak Doni yang kemudian menarikku dan menghisap putingku.
“Hmmm ahhh… Ssshhhh enghhhhh… ahhhhh… awhhhh…” aku tak bisa berkata-kata lagi karena terlalu keenakan menikmati kontol Pak Doni. Pak Amir mengocok batang kontolnya melihat adegan kami, sedangkan Pak Budi mencoba mengeksplorasi liang pantatku. Beliau memasukkan jarinya.
“ahhh sakit pak… ahhh…” begitu kataku, ketika jari tengahnya masuk.
“Sabar neng, nanti juga enak…” kata pak Budi, kemudian malah memasukan batang kontolnya yang besar ke anusku… tentu saja rasanya sangat sakit
“arrrghh… arkk sakit pak… sudah…” tapi beliau tak peduli, kontolnya terus dimasukkan hingga dalam kemudian aku dibiarkan istirahat dalam posisi sandwich.
Setelah terbiasa, mereka berdua mengocokku, aku seperti isi sandwich, Pak Doni mengocok memekku dari bawah sedangkan Pak Budi mengocok anusku dari atas… aku teriak sejadi-jadinya antara keenakan dan kesakitan…
“arrrgghh… ahhh…ahhh…”
“Owhhh… enakkk…. trusss….. ssshshhhhhh….”
Pak Amir yang melihat adegan kami dipanggil kedua rekannya,
“Pak, jangan bengong aja, ni masih nyisa satu lobang” sambil menunjuk mulutku

Selanjutnya Pak Amir memasukkan kontolnya ke mulutku hingga aku sesak napas. Kepalaku ditariknya maju mundur hingga ke tenggorokan. Aku semakin kewalahan menghadapi nafsu binal mereka. Semakin lama aku semakin tidak sadar dengan apa yang ku perbuat.
“Ahhh.. ahh…” desahku di antara hisapan kontol Pak Amir.
“ahhkk… neng enak banget memeknya…” kata Pak Doni
“trus neng, jangan berhenti” kata Pak Amir
“Neng, bentar lagi keluar nih” kata Pak Budi
“Arrrrrhhhh…. ssshhhhh” Seluruh tubuhku terasa bergetar… kemudian aku ambruk di atas pak Doni, kukeluarkan seluruh lendir kewanitaanku hampir bersamaan dengan ketiga orang itu mengeluarkan spermanya di dalam tubuhku.
***
Sesaat kemudian aku tak sadarkan diri. Ketika aku sadar, aku sudah kembali berpakaian dengan kusut. Seluruh tubuhku lemas. Jam menunjukkan pukul setengah 11 malam. Memek dan anusku masih penuh dengan sperma mereka. 5 menit kemudian ketika aku sudah mampu berdiri, Pak Amir mengantarku hingga ke rumah. Orangtuaku menanyaiku tetapi aku telalu lelah sehingga aku langsung masuk kamar dan tidur. Begitulah pengalaman pertamaku melakukan hubungan sex dengan orang-orang yang hingga kini aku sendiri tidak kenal. Sampai saat ini, seringkali aku rindu disetubuhi oleh tiga orang lagi tapi aku masih tidak berani.