Saat ini aku hampir menjadi seorang insinyur elektro, sekarang sedang menunggu wisuda. Sambil menunggu wisuda, aku dan beberapa temanku membuka toko komputer. Kejadian ini terjadi pada bulan Agustus 2000.
Pagi itu sekitar jam 10 pagi, aku sedang membuat proposal penawaran untuk pemda Wonogiri. Sebuah Vitara putih tiba-tiba masuk di halaman kantorku, seorang cewek WNI keturunan berumur sekitar 20 tahun, tinggi sekitar 165 cm mengenakan kaos ketat warna biru muda keluar dari dalam mobil.
“Selamat pagi Mas”, katanya.
“Selamat pagi, silakan duduk.., Ada yang dapat saya bantu?”, sahutku sambil bersalaman dan menyiapkan sebuah kursi yang masih berada di pojok ruangan. Terasa dingin dan sangat lembut ketika aku meremas tangannya.
Singkat cerita dia setuju membeli seperangkat komputer pentium II/550 multimedia dan sebuah bjc-2000 yang saat itu seharga 6,6 juta.
“Ini saya baru bawa 5 juta, sisanya besok bisa Mas?”, tanya dia.
“Oh.., nggak apa-apa”, jawabku, sebenarnya dengan uang muka seratus ribu pun aku juga bersedia.
“Maaf, Mbak namanya siapa, ini untuk mengisi kwitansinya”, tanyaku.
“Yuni, lengkapnya Yuni *****”, sahutnya. Dia juga memberikan alamat dan nomor HP-nya.
Yuni Customerku
Saat itu juga setelah kuselesaikan pembuatan penawaran, aku langsung merakit komputer yang dia pesan. Dalam tiga jam aku selesai merakit plus menginstall program yang diperlukan. Satu jam kemudian setelah aku selesai makan siang yang sudah agak sore, aku iseng-iseng telepon Yuni.
“Mbak.. ini komputer yang Mbak pesan udah selesai, sewaktu-waktu dapat diambil”, kataku membuka pembicaraan.
“Aduh cepat sekali Mas, ini saya juga baru ngambil uang di bank, oh ya Mas.. sekalian modemnya ya.. nambah berapa?”, tanyanya.
“Kalau internal Motorola 140 ribu Mbak”, jawabku.
“Ya udah yang itu saja, tetapi tolong Mas yang pasangkan ke rumah saya, masalahnya saya nggak bisa masang sediri..”, pintanya.
“Ya.. kalo begitu nanti jam 7 malam saya akan datang ke rumah Mbak”, Sahutku.
Selesai mandi aku membayangkan wajah Yuni, mirip dengan salah satu bintang film mandarin tapi siapa aku tidak tahu namanya. Berwajah oval, rambut sebahu berhigh light merah, kulitnya yang putih bersih benar-benar sangat manis. Selesai berdandan dan sedikit minyak wangi, aku menyalakan Suzuki Carretaku dan meluncur ke perumahan Solo Baru, sebuah kompleks perumahan yang cukup elite di kota Solo.
Setelah sepuluh menit berkeliling kompleks, akhirnya aku menemukan alamatnya. Terlihat Vitara putih di dalam garasi yang tidak tertutup, setelah yakin alamatnya benar maka aku pencet bel yang berada di balik pagar besi yang terkunci. Seorang perempuan setengah baya keluar dan membuka pintu pagar sambil berkata, “Mas yang mau ngantar komputer ya, silakan masuk dulu Mas, Mbak Yuni baru mandi”. Aku tidak langsung masuk tetapi mengambil barang-barang pesanan Yuni dan aku letakkan di teras depan. “Barang-barangnya disuruh langsung dipasang ke kamar Mbak Yuni Mas”, perempuan itu menyusulku ke mobil saat aku mengambil barang terakhir, yaitu keyboard, mouse dan nota penjualan. “Ini kamar Mbak Yuni”, kata perempuan itu sambil mengantarkanku menuju ke suatu ruangan berukuran 4 x 4 meter. Tidak terlalu luas tetapi cukup tertata rapi dan barang-barang yang lumayan mewah menghiasi kamar. Bau parfum ruangan berjenis apple samar-samar tercium hidungku. Tanpa membuang waktu aku merakit komputer di meja yang telah dia siapkan sebelumnya.
Saat merakit instalasi printer, Yuni masuk kamar, tercium harum bau sabun mandi. Terlihat Yuni hanya mengenakan daster warna kuning tanpa ritsluiting dan tanpa lengan baju (model you can see). Lengannya yang putih mulus dan bentuk badannya yang ramping mengigatkanku pada Novi (cinta pertama) tetapi badannya lebih gedean Novi sedikit. Sesaat aku terdiam memandangnya, dia hanya tersenyum saja memperlihatkan giginya yang putih dan berjajar rapi.
“Udah selesai Mas?”, tanyanya membuatku sedikit kaget.
“Oh.. sebentar lagi Mbak, ini baru pasang printer”, jawabku.
“Mas, jangan panggil aku Mbak, panggil saja Yuni”, katanya.
“Kamu kuliah di mana?”, tanyaku.
“Di Akademi **** (edited), semester 3″, jawabnya.
“Stop kontaknya mana Yun?”, tanyaku.
“Itu di bawah meja”, jawabnya.
“Kok sepi, di mana ortumu?”, tanyaku.
“Aku di sini tinggal bersama kakakku, Papi sama Mami tinggal di Surabaya, kakakku sudah tiga hari di Semarang ikut seminar untuk syarat mengambil dokter spesialis”, jelasnya.
“O.. kakakmu dokter ya.., terus perempuan itu pembantumu?”, aku terus bertanya.
“Iya, dia membantu dari pagi sampai jam 7 malem setelah itu pulang ke rumahnya kira-kira 300 meter dari sini”, jelasnya.
“Nah.. udah siap silakan kalo mau coba”, kataku setelah layar monitor memperlihatkan logo WIN 98.
“Oh ya.. Mas mau minum apa?”, tanyanya setelah menunggu logo WIN 98 berubah menjadi gambar Titanic.
“Ah.. apa aja mau kok”, kataku sambil tersenyum.
Dia berjalan keluar kamar, saat dia berjalan itu samar-samar kulihat pantatnya yang tidak terlalu besar tetapi terlihat padat dan kenyal. Dia kembali dengan membawa segelas es jeruk dan meletakkan di samping ranjangnya yang memang terdapat meja kecil dan sebuah telpon.
“Wah sayang aku belum ngedaftar ke ****net “, katanya.
“Oh.. kamu mau nyoba pakai internet, kalo gitu untuk sementara kamu boleh pakai punyaku”, kataku sambil aku mulai mengisi user name dan password.
“Eh.. Mas.. kalo mau lihat gambar-gambar artis Indonesia yang telanjang alamatnya di mana sich”, katanya tanpa malu-malu.
Selanjutnya kuberi tahu alamat-alamat situs porno sambil aku memperlihatkannya. Terlihat Yuni Shara sedang bercinta dengan seseorang, melihat adegan tersebut matanya yang agak sipit dan bening terus melotot sambil menelan ludah, aku hanya tersenyum menyaksikan ekspresi wajahnya yang lucu sangat manis terpaku memandangi adegan itu.
“Kalo kamu mau baca cerita-cerita erotis, ada di sini..”, kataku sambil mengetik www.17tahun.com (sekarang sudah pindah ke alamat 17tahun2.com) dan mulai masuk ke salah satu cerita erotis, dengan seksama dia membacanya dan aku juga membaca tentunya. Saat dia tengah membaca, dia mendekatkan kursinya di sampingku sambil sesekali dia meletakkan salah satu kakinya di atas kakinya yang lain. Dan batang kemaluanku pun mulai bereaksi dan.. aduh, kelihatan sekali kalau batang kemaluanku sedang tegang. Dia melirik ke bawah, aku berusaha menyembunyikannya, dan dia hanya menarik nafas dalam-dalam sambil tersenyum kecil.
Setelah beberapa saat berselancar keliling dunia, kuputuskan hubungan ke internet.
“Mas.. ini udah bisa dipakai nonton film?”, tanyanya.
“Iya, kamu punya CD (compact disk) film nggak”, tanyaku sambil aku berusaha menempatkan batang kemaluanku agar berada pada posisi vertikal setelah terangsang dengan cerita tadi.
“Sebentar, aku carikan dulu ke kamar kakak”, jawabnya sambil keluar kamar.
“Ada sich, tapi.. adanya ini punya kakak”, dia berkata sambil memperlihatkan VCD semi porno dengan judul Kama Sutra versi Barat.
“Ya.. nggak apa-apa kan cuma nyoba, tapi pembantumu tadi di mana?”, tanyaku sambil melongok ke arah pintu.
“Oo.. dia udah pulang tadi waktu aku selesai mandi dan masuk ke sini”, jawabnya.
Terlihat adegan yang sangat romantis pada layar monitor, tidak seperti film-film porno lain, adegan dalam film ini sangat lembut dan romantis. Sebenarnya aku sudah terbiasa menonton film-film seperti ini, tetapi jika ditemani makhluk manis seperti ini jantungku berdebar sangat kencang. Sesekali kulirik dia yang sedang menyaksikan adegan tersebut. Terlihat sesekali dia membasahi bibirnya yang berwarna merah delima dengan lidahnya. Ingin sekali sebenarnya aku mencium bibirnya. Baru sekali aku merasakan bersetubuh dengan pacar pertamaku, dan keinginan itu saat ini sangat menggebu. Kulihat Yuni mulai sering menggerakkan kakinya naik turun. Aku hanya menarik nafas panjang dan kumundurkan kursiku sehingga berada sedikit di belakang Yuni. Karena aku sudah tidak tahan lagi, dengan agak takut kusenggolkan kakiku dengan kakinya.
Tidak kuduga sama sekali dia hanya diam, tanpa menungu lebih lama lagi kakiku mulai naik turun di betisnya. Karena dia sepertinya tidak keberatan kuperlakukan seperti itu, kuberanikan tanganku untuk memegang tangannya dan dia juga menyambutnya dengan meremas tanganku. Akupun mulai lebih berani, kuraba dadanya yang tidak begitu besar tetapi sangat kencang dan padat terasa cukup keras. Saat kuraba payudaranya terlihat dia terpejam sepertinya sedang menikmati apa yang sedang kulakukan. Tangannya yang putih bersih mulai merayap menuju pahaku, aku semakin terangsang hebat. Sementara tanganku masih rajin meraba payudaranya, dan dia terpejam, perlahan kucium bibirnya, kuhisap dengan lembut dan lidahku pun mulai masuk di antara gigi-giginya yang putih berjarar rapi. Masih berasa pasta gigi saat lidahku melumat bibirnya. Selanjutnya dia pun membalas dengan memainkan lidahnya ke dalam mulutku. Lembut sekali bibir dan lidahnya.
Setelah beberapa saat aku menikmati bibirnya yang mungil, ciumanku mulai berjalan menuju ke telinganya. Saat aku mungulum telinganya, dia mendesah dan mengangkat kepalanya, sepertinya dia kegelian. Kulepaskan ciumanku dan aku mulai mencumbu lehernya yang putih dan berbau harum sabun mandi, sementara tanganku masih terus meraba payudaranya dengan lembut. Perlahan ciumanku aku turunkan di dada bagian atas dan tanganku mulai melepaskan tali yang mengantung pada lengannya. Setelah aku berhasil melepaskan tali dari dasternya, maka daster bagian atasnya mulai menurun dengan sendirinya. Terlihat bukit yang masih tertutup BH berwarna krem. Saat aku mulai mencium payudaranya bagian atas, perlahan-lahan dia berdiri dan spontan aku menarik ciumanku, agak takut aku waktu itu, kupikir dia akan marah. Tetapi setelah dia berdiri tegak, semua dasternya merosot ke bawah dan tampak dia berdiri setengah telanjang hanya menggenakan BH dan celana dalam berwarna putih. Sepertinya dia tidak marah malah dia tersenyum kecil, saat itu aku berpikir mungkin dia penganut aliran seks bebas. Ah masa bodoh, yang penting keinginanku dapat kesampaian dan aku tidak memaksanya.
Perlahan aku mulai berdiri di hadapannya, kupandangi tubuhnya yang setengah telanjang dengan seksama. Indah sekali tubuhnya, dari wajah sampai ujung kaki semuanya berbalut kulit berwarna putih bersih khas kulit WNI keturunan. Perlahan kudekati dia dan kucium bibirnya untuk yang kesekian kalinya. Senang sekali aku menikmati bibirnya yang mungil dan berwarna merah delima. Sambil aku melumat bibirnya kupeluk dia sampai tubuh kami saling menyentuh. Tanganku yang berada di punggungnya mulai berusaha melepaskan BH, tapi sulit bagiku, aku tidak berhasil karena BH yang dia pakai lain dengan yang pernah dipakai Novi. Sepertinya dia tahu kalau aku kesulitan membuka BH-nya, dan akhirnya dia sendiri yang membuka. Setelah BH-nya terlepas terlihat dua buah bukit yang berwarna putih dengan puting berwarna coklat muda menggantung dengan kencang.
Kubopong dia ke tempat tidur dan kurebahkan dia ke sisi tempat tidur. Saat itu dia berada di atas tempat tidur dan aku berada di lantai. Perlahan kuraba payudara bagian kiri dengan tangan kananku, sementara lidahku mulai memainkan puting susunya yang sebelah kanan sambil sesekali kuhisap putingnya. Kulihat dia terpejam dan menggigit bibir bagian bawah sementara kedua tangannya menarik-narik rambutnya sendiri, sepertinya dia sangat menikmati permainan ini.
Saat kedua tangannya memegang rambutnya, terlihat ketiaknya yang sangat bersih tanpa ditumbuhi bulu karena mungkin sering dicukur. Selanjutnya hisapanku mulai bergeser sedikit demi sedikit ke sisi payudaranya, dan kulanjutkan jilatan dan hisapanku ke atas menuju ketiaknya dan tangan kananku berganti memainkan payudara bagian kanan. Saat lidahku menyapu ketiaknya dia sedikit berteriak, “Akhh..”. Aku lanjutkan dengan menghisapnya dan dia semakin mendesah keras dan kedua kakinya merapat saling menindih. Terlihat dia menegang untuk beberapa saat, kemudian mulai melemas sepertinya dia telah mencapai orgasme untuk yang pertama.
Terlihat titik-titik keringat muncul di dahinya, aku melepaskan gigitanku dan dia duduk sambil tangannya menyentuh rambutku dan dia meraba wajahku dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya membersihkan keringat yang ada di dahinya. Setelah dia meraba bagian wajahku, jari-jarinya menyentuh bibirku dan dengan ibu jarinya dia mengusap-usap bibirku dan berusaha memasukkan ibu jarinya ke dalam mulutku. Aku tidak menolak, kukulum ibu jarinya dengan lembut, dan jarinya yang lain mulai menyusul masuk ke dalam mulutku, kukulum satu persatu jari-jarinya yang putih.
Perlahan dia menarik tangannya dan mulai membuka kacing-kancing kemejaku. Perlu pembaca ketahui jika aku berada di tempat customer aku selalu mengenakan kemeja dan sepatu, tetapi sepatu dan kaus kakiku telah kulepas di depan rumahnya. Setelah semua kancing kemejaku terlepas, aku berdiri dan membuka kemejaku. Selajutnya kubuka sendiri ikat pinggang dan celana panjangku sampai aku hanya memakai CD yang telah menjadi ketat karena terdesak oleh batang kemaluanku yang menegang keras. Selanjutnya kubuka CD-ku sendiri sehingga kini aku telah telanjang bulat.
Terlihat batang kemaluanku tegak berdiri dengan arah agak vertikal, perlahan kudekatkan batang kemaluanku ke wajahnya dengan harapan dia akan menghisapnya, tapi sepertinya dia tidak mengerti maksudku, karena dia hanya memandang saja. Selanjutnya dengan tangan kananku memegang batang kemaluan dan tangan kiriku membelai rambutnya, aku usap-usapkan batang kemaluanku ke wajahnya, lagi-lagi dia belum mengerti keinginanku, dia hanya memejamkan mata. Karena sudah tidak sabar kuusapkan kepala batang kemaluanku ke bibirnya dan aku berusaha memasukkan batang kemaluanku dan akhirnya dia mau membuka mulutnya.
Perlahan kudorong batang kemaluanku agar masuk lebih dalam lagi, terasa lidahnya yang lembut menyentuh kepala batang kemaluanku. Sepertinya dia mulai mengerti apa yang kuinginkan, selanjutnya lidahnya mulai menyapu kulit batang kemaluanku dari pangkal sampai ujung berulang-ulang sambil sesekali mengulumnya, terasa sangat lembut, hangat dan sangat nikmat sampai-sampai merinding seluruh tubuhku. Sepertinya dia menyukai batang kemaluanku karena lebih dari lima menit dia menikmati batang kemaluanku sampai kakiku kelelahan berdiri, akhirnya aku mengambil posisi 69 dengan posisi miring.
Sementara dia mengulum dan menjilati batang kemaluanku, aku mulai membuka CD-nya yang sedikit basah. Terlihat rambut-rambut halus menutupi kemaluannya sebelah atas. Aku terus menurunkan CD-nya sampai terlepas, selanjutnya kucium dan jilati paha bagian dalamnya sampai mendekati liang kewanitaannya. Lain dengan Novi, bibir liang kewanitaan Yuni berwarna cenderung merah hati. Aku sapukan lidahku ke lubang kenikmatannya yang telah mengeluarkan cairan bening, terasa agak gurih.
Saat kubuka liang kewanitaannya dengan tangan kiriku, terlihat liang kewanitaannya sangat sempit dan sepertinya dia masih perawan karena bentuk bagian dalamnya persis seperti kepunyaan Novi. Mengetahui dia masih perawan, aku semakin semangat menikmati liang kewanitaannya. Kurenggangkan kedua pahanya, kusapukan lidahku dari anusnya dan sedikit demi sedikit naik menuju lubang kemaluannya dan akhirnya sampai pada klitorisnya. Kujilati dan kuhisap klitorisnya berulang-ulang, kuturunkan lidahku ke lubang senggamanya dan cairan bening mulai mengalir dari liang kewanitaannya. Kemudian kuhisap dalam-dalam cairan yang keluar tersebut dan kukeluarkan di daerah klitorisnya sambil terus kujilati dan kuhisap klitorisnya.
Setelah puas menikmati klitorisnya, kini lidahku mulai menyapu liang kewanitaannya, dan lidahku kumasukkan ke dalam liang kewanitaannya yang sempit tersebut. Sampai akhirnya dia melepaskan hisapan pada batang kemaluanku dan untuk yang kedua kalinya dia menegang dan perlahan keluar cairan bening dari dalam liang kewanitaannya yang selanjutnya kuhisap dan kutelan sampai habis.
Aku melihat Yuni yang kelelahan, aku bangkit dan duduk di samping tubuhnya yang telah lemas dan karena aku belum mencapai orgasme, kuambil posisi di atasnya dan dengan tangan kananku, kubimbing batang kemaluanku agar dapat masuk ke dalam liang kewanitaannya. Saat kugesek-gesekkan batang kemaluanku pada liang kewanitaannya, tangan kanannya menahan agar batang kemaluanku berhenti. “Tolong Mas jangan dimasukin, aku takut, aku belum pernah melakukannya”, ucapnya dengan lirih. Mendengar itu aku jadi iba juga, kutarik batang kemaluanku dari permukaan liang kewanitaannya, dan aku kembali duduk di sampingnya dengan tanganku mengocok batang kemaluanku yang masih tegang. “Aku kulum saja ya Mas, boleh nggak?”, tanyanya sambil tangan kanannya meraih batang kemaluanku. Aku hanya mengangguk, selanjutnya dia bangkit dari tidurnya dan duduk berhadapan denganku, dia tersenyum dan mencium bibirku sejenak.
Kemudian dia menunduk dan mulai mendekati batang kemaluanku, dia sapukan lidahnya dari kepala batang kemaluan sampai pada pangkalnya berulang ulang. Aku hanya merintih menahan nikmat, aku heran juga kenapa dia nggak capek ya.. Yuni terus memainkan lidahnya sambil sesekali mengulum kepala batang kemaluanku. Kuakui kulumannya sangat nikmat karena batang kemaluanku masuk cukup jauh ke dalam mulutnya.
Setelah beberapa saat aku menahannya, akhirnya “Akhh.. aku mau keluar”, ucapku sambil meremas payudaranya dan maniku keluar memenuhi mulutnya dan sebagian membasahi wajahnya yang manis. Setelah menelan maniku yang ada di dalam mulutnya, dia melanjutkan mengulum dan membersihkan batang kemaluanku yang basah dengan lidahnya. Sampai batang kemaluanku melemas pun dia masih terus mengulumnya sampai batang kemaluanku terasa geli. Karena kegelian, kusuruh dia melepaskan kulumannya. Kemudian kuangkat dagunya hingga wajahnya berhadapan denganku, masih terlihat sisa-sisa maniku di sisi kiri bibirnya yang mungil menetes ke dagunya. Kuusap maniku yang membasahi hidung dan pipinya dengan jariku dan akan kuusapkan pada CD-nya, tetapi dia ingin menelannya, sehingga jari-jariku dilumatnya hingga mani yang kupegang habis. Sepertinya dia sangat menyukai maniku, enak kali ya..
Sepertinya dia kelelahan, dia berbaring telentang menatapku dengan tanpa selembar kainpun menutupi tubuhnya. Kupandangi lagi tubuhnya yang telanjang dari ujung rambut sampai ujung kaki. Terlihat titik-titik keringat keluar dari sekujur tubuhnya, terlihat semakin indah. Aku menarik nafas panjang dan kucium bibirnya yang mungil, masih terasa sisa-sisa maniku di bibirnya, terasa gurih tetapi lebih kental dari maninya.
Saat kulihat sudah pukul 10.30 malam, aku segera berpakaian, mematikan komputer dan pamit pulang. Dengan malas diapun bangkit dan mengenakan dasternya tanpa memakai CD dan BH.
“Mas uang kekurangannya belum aku siapkan, mau tunggu sebentar?”, katanya.
“Ah.. besok saja udah malam nih takut ditanya macam-macam sama satpam”, kataku.
Sebenarnya maksudku adalah agar aku dapat datang lagi dan main dengannya seperti yang baru saja kami lakukan. Untuk yang terakhir kalinya pada malam itu kucium bibirnya. Aku start mobilku dan meninggalkan rumahnya. Dalam perjalanan aku heran juga, bagaimana dia bisa mempertahankan keperawanannya jika dia sudah bermain sejauh itu. Dalam hati aku yakin jika suatu saat nanti dia akan mennyerahkan keperawanannya padaku.
Semenjak kejadian malam itu aku selalu teringat dengannya. Hampir aku tidak percaya jika aku pernah bercumbu dengan seorang WNI keturunan yang berwajah sangat manis. Tetapi karena kesibukanku ikut tender, aku jadi belum sempat menghubungi Yuni. Kejadian ini berlangsung empat hari setelah malam yang indah itu.
Sore itu sekitar jam 15.30 aku baru datang dari luar kota. Aku ke kantor dan menyerahkan berkas-berkas dan revisi penawaran kepada dua orang temanku, sedangkan aku langsung masuk ke ruang service dan tidur. Seperempat jam kemudian aku mendengar seorang temanku berkata, “Wah Doel, ada makhluk cakep datang.. ck.. ck.. ck.. indah bener nih cewek”. Karena aku sangat capek, aku tidak begitu menggubrisnya dan aku tetap tidur sampai salah seorang temanku membangunkanku. “Hai Doel.. bangun.. dicari makhluk indah tuh..” kata temanku sambil menendang pelan kakiku. Oh ya, aku mendirikan toko komputer bersama dua orang temanku, dan kami sama-sama memanggil dengan julukan Doel.
“Siapa sih.. aku capek banget nih..” kataku sambil bangkit untuk duduk.
“He.. Doel, Yuni itu WNI keturunan ya.. mana cakepnya selangit lagi, kok kamu diam aja sih”, umpat temanku.
Tahu kalau yang datang Yuni, hilang semua rasa capekku, segera aku keluar untuk menemuinya.
“Hai Yun pa kabar.. sorry nih beberapa hari ini aku sibuk banget”, sapaku.
“Ah.. aku yang sorry nih baru ngelunasi sekarang”, katanya.
“Iya.. iya.. udah selesai udah aku urusin, mendingan sekarang kamu tidur lagi aja”, sahut temanku sambil ketawa.
“Bagaimana, ada masalah dengan komputernya, kamu udah daftar belum?” tanyaku.
“Nggak ada masalah dengan komputernya, tapi aku belum daftar”, jawabnya.
“Sekarang kamu mau ke mana, aku anterin daftar mau nggak”, ajakku.
Dia mengangguk, kedua temanku cuma bengong melihat aku sudah sangat akrab dengannya.
“Pakai mobilku aja nggak apa-apa Mas”, katanya.
“Sebentar, aku cuci muka dulu ya”, sahutku sambil berjalan ke belakang.
Selesai cuci muka aku titipkan mobilku pada salah seorang temanku.
“Heh.. Doel, mau pergi ke mana kamu?” tanya temanku setelah aku menyerahkan kunci mobilku padanya.
“Alah.. udah kamu jalan-jalan yang jauh sana pake mobilku, ini urusan orang dewasa, kamu nggak boleh ikut-ikut”, kataku sambil mengajak Yuni keluar.
Permisi Mas..” kata Yuni sambil keluar menuju pintu.
“Sekarang kamu mau ke mana?” tanyaku setelah selesai daftar.
“Nggak tahu, terserah Mas aja”, katanya.
“Kakak kamu ada di rumah nggak?” tanyaku.
“Ada, emangnya kenapa?” dia balik bertanya.
“Nggak, aku cuma kangen ama kamu”, kataku sambil tersenyum.
“Aku juga kangen ama Mas.. eh nama Mas siapa sih, aku malah belum tahu nama Mas”, katanya.
“Iya ya.. kita udah sangat akrab tapi kamu belum tahu namaku, namaku Fafa”, jawabku sambil aku memegang tangan kirinya.
“Kita ke mana nih.. Mas?” tanyanya sambil melambatkan laju mobilnya.
“Kalo misalnya kita nginap boleh nggak sama kakakmu?” kataku agak ragu.
“Ya.. coba aku telpon dulu mungkin boleh asal Mas diam, jangan sampai suara Mas kedengeran sama kakakku, eh memangnya kita mau nginap di mana sih Mas”, tanyanya sambil menepi dan menghentikan mobilnya.
“Kita sewa villa saja di Tawang Mangu”, jawabku.
Yuni mengeluarkan HP dari tasnya dan meghubungi kakaknya. Setelah aku tahu kalau kakaknya mengijinkan, aku sangat senang sekali dan mulai dari jalan itu gantian aku yang pegang setir karena jalannya sempit dan berliku-liku.
Satu jam kemudian aku sampai di lereng Gunung Lawu tersebut.
“Mas pernah sewa villa di sini ya?” tanya Yuni.
“Belum tuh, mungkin kita bisa tanya di rumah makan itu sambil kita makan, aku udah lapar nih”, kataku sambil menghentikan mobil ke sebuah rumah makan. Untungnya pemilik rumah makan tersebut juga menyewakan villa yang jaraknya sekitar 500 meter dari rumah makan tersebut.
Keinginanku untuk bercumbu dengannya mengalahkan ongkos sewa villa yang lumayan tinggi yaitu 200 ribu per malam. Sebuah rumah mungil dengan dua kamar tidur yang masing-masing terdapat sebuah kamar mandi. Saat kami masuk ke villa yang berada di tepi sebuah bukit tersebut, matahari hampir terbenam. Kami memilih satu kamar yang meghadap langsung ke tebing. “Aku mandi dulu ya..” kataku sambil melepaskan semua pakaianku dan masuk ke dalam kamar mandi. Saat aku membersihkan badanku dengan sabun, kulihat pintu kamar mandi yang memang tidak kukunci telah terbuka. Kulihat Yuni telah telanjang menyusulku masuk ke dalam kamar mandi. “Ikutan mandi ya Mas”, katanya sambil mendekatiku. Kulihat tubuhnya yang sintal dan padat terbalut kulit putih bersih dengan dua buah bukit yang menggantung sangat indah.
Dia mendekatiku dan mengusap wajahku dengan jari-jarinya yang lentik, tampak air telah membasahi rambutnya. Setelah semua tubuhnya basah oleh air, dia mematikan kran shower. Selanjutnya dia meraih sabun yang masih kupegang. Aku diam ingin tahu apa yang ingin dia lakukan, dengan sabun di tangannya dia mulai menelusuri lekuk-lekuk tubuhku. Dari leher, dada, punggung, perut, batang kemaluan sampai ujung kakiku dia gosok lembut dengan sabun. Kulihat batang kemaluanku telah tegang, saat Yuni masih menggosok betisku, kutarik tangannya perlahan agar dia berdiri. Setelah wajahnya berhadapan dengan wajahku, kudekati bibirnya, kucium dengan hidungku, dan lidahku aku sapukan di kulit bibirnya yang mungil. Dia hanya terpejam, selanjutnya lidahku mulai kupermainkan di dalam mulutnya, dia membalas dengan menghisap lidahku.
Aku melepaskan ciumanku, kuraih sabun yang masih di pegangnya. Sekarang gantian aku yang menggosok seluruh tubuhnya. Mulai dari leher dan ketika sampai pada payudaranya, kuputar-putarkan sabun di sekitar payudaranya sambil sesekali kuremas dengan lembut. Selanjutnya usapanku mulai mendekati sekitar liang kewanitaannya, aku sapukan sabun di sekitar paha bagian dalam dan juga ke rambut kemaluannya yang masih lembut.
Setelah selesai aku meratakan sabun di seluruh tubuhnya, kini kuraih kran shower dan kuputar perlahan. Dengan guyuran air, kulumat bibirnya dan kemudian ciumanku aku turunkan di payudaranya. Kuhisap lembut kedua payudaranya secara bergantian, terlihat dia merapatkan pelukannya sambil mendesis keenakan. Perlahan ciumanku berjalan menuju ke liang kewanitaannya, kuhisap-hisap liang kewanitaannya sambil lidahku masuk menerobos lubang yang sangat sempit itu. Karena aku risih dengan air yang mengalir pada liang kewanitaannya, kuputar kran sehingga air berhenti mengguyur tubuhnya. Setelah air berhenti mengalir, kulanjutkan mempermainkan liang kewanitaannya. Kujilati pahanya bagian dalam dan di sekitar liang kewanitaannya. Kudengar Yuni merintih dan dia naikkan kaki kirinya di atas pundakku. Kini aku dapat melihat dengan jelas lubang kenikmatannya yang terlihat sangat kecil dengan bibir berwarna merah hati.
Kemudian kudekatkan mulutku di liang kewanitaannya dan kusapukan lidahku di sekitar klitorisnya sambil sesekali kuhisap klitorisnya. Kupindah sapuan lidahku dari klitoris menuju ke liang kewanitaannya, kini pada lubang kemaluannya telah terasa agak asin. Aku terus memasukkan ujung lidahku ke dalam lubang kemaluannya sambil kupermainkan ujung lidahku ke atas dan ke bawah. Yuni mulai terangsang hebat, dia menggerak-gerakkan pinggulnya sambil menekannya ke bawah sehingga lidahku masuk lebih dalam lagi di liang kewanitaannya. Sambil kupermainkan lidahku, kuhisap cairan bening yang keluar dari liang kewanitaannya. Dia semakin cepat menggoyangkan pinggulnya sambil tangannya menekan kepalaku, hingga aku hampir tidak dapat bernafas. Aku tahu kalau dia hampir mencapai orgasme, hingga kutarik lidahku dari liang kewanitaannya. Aku ingin kami mencapai organsme untuk yang pertama secara bersama-sama.
Saat kutarik lidahku dari liang kewanitaannya, kulihat Yuni terkejut dan sepertinya dia agak kecewa. “Nanti kita sama-sama saja Yun biar tambah asyik”, kataku sambil tersenyum dan Yuni hanya tersenyum kecut, sepertinya dia sangat kesal sekali. Kemudian aku berdiri dan kucium bibirnya, dia hanya diam tidak memberikan respon. Kurasa dia sedikit marah aku menggagalkan orgasmenya. Kasihan juga aku melihatnya, selanjutnya kubopong dia ke tempat tidur dan kurebahkan dia telentang, terlihat titik-titik air masih memenuhi tubuhnya yang sangat indah.
Selanjutnya kucium bibirnya dengan lembut, dan kulanjutkan dengan menyapukan lidahku di sekitar lehernya sambil kupermainkan payudaranya dengan tangan kananku, sedangkan tanganku yang kiri mengangkat tangan kanannya. Aku masih ingat ketika aku mencumbu di sekitar ketiaknya yang mulus itu, dia sangat menikmatinya. Kemudian sapuan lidahku kugeser menuju payudaranya sebelah kanan, sedangkan payudara sebelah kiri masih kupermainkan dan sesekali aku meremasnya dengan tangan kananku. Sambil kuhisap puting susunya, tanganku yang kiri membelai dan mengelus ketiaknya. Selanjutnya sapuan lidahku kugeser menuju ketiaknya yang sangat putih dan terlihat bersih. Aku jilati dan sesekali kuhisap ketiaknya, kulihat dia mendesah keras, sepertinya dia sangat menikmatinya. Tangan kananku kuturunkan menuju pahanya, kuraba pahanya dengan lembut dan belaianku kulanjutkan ke liang kewanitaannya. Kubelai-belai liang kewanitaannya dengan lembut sambil sesekali kutusukkan ujung jariku ke dalam liang kewanitaannya, terasa basah. Yuni semakin mengeliat dan menggerak-gerakkan kedua kakinya.
Setelah aku tahu dia telah terangsang hebat, kutindih dia dan kulumat lagi bibirnya. Kupegang kedua tangannya dan aku berusaha menusukkan batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya. Yuni meronta sambil merapatkan kedua pahanya sehingga batang kemaluanku tidak berhasil menembusnya. “Kita main seperti dahulu saja Mas”, bisiknya. Dengan terpaksa kulepaskan kedua tangannya dan aku mengambil gaya seperti dahulu yaitu gaya 69, tetapi kali ini aku meminta dia berada di atasku.
Saat dia berada di atasku, kulihat daerah liang kewanitaannya merekah dengan bibir berwarna merah hati dan lubang kemaluannya berwarna merah muda. Tanpa pikir panjang kusapukan lidahku ke arah klitorisnya sambil kuhisap dengan pelan. Aku merasakan dia mulai mengulum batang kemaluanku dengan lembut, saat batang kemaluanku masuk ke dalam mulutnya, terasa sangat hangat dan nikmat sekali. Aku terus menghisap klitorisnya dan kemudian sapuan lidahku kugeser ke liang kewanitaannya, kuhisap cairan bening yang keluar dari liang kewanitaannya. Kusapukan lidahku dari liang senggamanya menuju ke duburnya, terus kusapukan lidahku maju mundur.
Selanjutnya kumasukkan ujung lidahku pada lubang kemaluannya sambil kupermainkan ujung lidahku. Yuni menggeliat dan dia menggoyangkan pinggulnya maju mundur dengan sedikit tekanan ke bawah. Dia mempercepat kulumannya pada batang kemaluanku, sepertinya Yuni akan mencapai orgasme. Aku semakin mempercepat gerakan ujung lidahku untuk menari di dalam liang kewanitaannya. Beberapa saat kemudian kedua kakinya menegang dan dia menghisap batang kemaluanku dengan cukup keras, kemudian aku merasakan cairan gurih telah menetes menuju lidahku, aku terus melanjutkan gerakan lidahku sampai kedua pahanya berhenti menegang. Yuni melepaskan hisapan batang kemaluanku dan dia terkulai di paha kiriku, sementara lidahku terus menyapu bagian dalam liang kewanitaannya hingga cairan yang keluar dari liang kewanitaannya habis.
Beberapa saat kemudian aku bangun dan duduk bersandar pada papan tempat tidur. Saat itu kulihat Yuni kelelahan dengan posisi tidur tengkurap dan titik-titik air yang tadinya ada pada tubuh Yuni kini berganti dengan titik-titik keringat sehingga terlihat pada pantatnya yang putih dan kencang. Kemudian Yuni duduk di sampingku sambil tersenyum dan tangan kirinya mengusap batang kemaluanku yang telah berdiri tegak. Selanjutnya dia mencium bibirku dan dilanjutkan dengan mencium leherku sambil tangan kirinya terus mempermainkan batang kemaluanku.
Setelah selesai mencium leherku, kemudian mulutnya mulai mendekati batang kemaluanku dan dia memulai sapuan lidahnya pada prostat-ku, kemudian secara sangat perlahan dia naikkan menuju ujung batang kemaluanku, agak geli tetapi sungguh sangat nikmat sekali. Gerakan itu dia lakukan berulang-ulang hingga sekitar lima menit.
Selanjutnya dia mulai dengan mengulum ujung batang kemaluanku dan melepaskannya untuk menyapukan lidahnya di sekitar kulit batang kemaluanku. Gerakan itu juga dia lakukan berulang-ulang hingga beberapa menit kemudian kutekan kepalanya agar batang kemaluanku dapat masuk lebih dalam lagi ke dalam mulutnya, kemudian kuangkat dan kubenamkan lagi sampai pada akhirnya ujung batang kemaluanku mengeluarkan cairan kental berwarna putih. Tanpa kusuruh, dia masih terus mengulum batang kemaluanku dan menggerakkan mulutnya ke atas dan ke bawah, hingga kulihat spermaku menetes menuju prostat-ku, mungkin dengan gerakan seperti itu Yuni tidak dapat menghisap spermaku. Setelah sperma yang keluar telah banyak, dia melepaskan kulumannya dan dia sapukan lidahnya untuk membersihkan spermaku yang tercecer di sekitar prostat-ku dan ada juga yang mengalir ke anus. Yuni terus mencari-cari ceceran spermaku dengan lidahnya dan kemudian dia telan.
Setelah selesai dia membersihkan spermaku yang tercecer, dia melanjutkan dengan mengulum batang kemaluanku yang masih setengah tegang. Aku biarkan dia terus mengulum batang kemaluanku meskipun batang kemaluanku telah lunglai. Kulihat kepalanya disandarkan pada perutku sambil mulutnya terus mengulum batang kemaluankku, aku tetap mendiamkannya sampai akhirnya aku tahu dia telah tertidur dengan mulutnya masih mengulum batang kemaluanku. Karena aku capek duduk, perlahan kulepaskan batang kemaluanku dari mulutnya, dia menggeliat tetapi matanya masih tertutup, sepertinya dia sangat capek sekali. Aku pindah tidurnya ke tengah tempat tidur, kurubah posisi tidurnya dari tengkurap menjadi telentang. Karena aku juga sangat capek, akhirnya aku juga tertidur di sisinya sambil memeluknya.
Beberapa jam kemudian aku merasakan kerongkonganku sangat kering, aku terbangun dan langsung menuju ke dispenser yang berada di sudut ruangan. Setelah aku meminum beberapa teguk air dingin, aku kembali menuju tempat tidur. Saat aku akan kembali ke tempat tidur, aku melihat tubuh Yuni yang telanjang tidur dengan telentang. Dengan rambut yang sedikit acak-acakan, wajahnya yang sangat manis masih terlelap tidur. Aku terus memandangi tubuhnya yang indah, payudaranya yang tidak terlalu besar tetapi terlihat sangat kencang dengan puting susu yang berwarna coklat muda sangat enak dipandang. Perut dan pinggulnya yang terlihat sangat serasi dibalut kulit putih mulus sangat indah. Kaki kanannya lurus sedangkan kaki kirinya ditekuk sehingga liang kewanitaannya yang ditutupi bulu-bulu halus terlihat dengan jelas. Sungguh suatu pemandangan yang menakjubkan, begitu sempurna tubuhnya. Aku tak bosan-bosan memandang tubuhnya, hampir 15 menit aku terpana memandang tubuhnya. Tanpa terasa adik kecilku mulai bergerak, dia mulai bangun dan ingin dibelai.
Kudekati Yuni yang masih terlelap, kusapukan lidahku pada bibirnya yang mungil dengan sangat perlahan. Yuni membuka matanya yang masih memerah, “Ah.. kenapa Mas, aku capek sekali, besok pagi aja Mas”, kata Yuni pelan. “Maaf Yun kalo aku ganggu kamu, kamu tidur lagi aja, aku bisa sendiri kok tapi boleh kan aku sentuh kamu?” kataku. Kulihat Yuni mengangguk sambil tersenyum kecil, dia membuka lebar kedua pahanya hingga liang kewanitaannya tampak lebih jelas terlihat. Begitu melihat liang kewanitaannya yang merekah, aku langsung menyapukan ujung lidahku pada klitorisnya dan kulanjutkan pada liang kewanitaannya. Yuni sama sekali tidak bereaksi, tampaknya dia sangat capek hingga tertidur lagi. Aku terus mempermainkan liang kewanitaannya dengan lidahku.
Sepuluh menit kemudian aku bangun dan kucium bibirnya, Yuni menarik nafas panjang. Kupegang kedua tangannya dengan kedua tanganku dengan posisi tangan di atas kepala, selanjutnya aku langsung menindih tubuh Yuni dan karena kedua pahanya masih terbuka lebar, aku merhasil menyelipkan pinggulku di antara kedua pahanya. Saat itu kulihat Yuni terkejut dan membuka kedua matanya. “Mas.. Mas mau apa..?” katanya sedikit keras namun tertahan. Aku tidak memperdulikannya, aku berusaha mencium bibirnya tetapi dia meronta, sehingga ciumanku kutujukan ke lehernya yang putih. Dia semakin meronta, dan tanganku semakin erat memegang kedua tangannya. Yuni terus meronta dengan mengerak-gerakkan pingulnya ke kanan dan ke kiri, tetapi percuma, aku jauh lebih kuat darinya. Tapi dia terus meronta sampai akhirnya dia pasrah, begitu gerakannya melemah aku berusaha memasukkan batang kemaluanku pada liang kewanitaannya, cukup sulit aku memasukkan batang kemaluanku pada liang kewanitaannya, sampai sekitar 5 menit kemudian aku berhasil menemukan lubang kenikmatannya.
Kumasukkan batang kemaluanku secara perlahan, saat aku memasukkan batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya dia meronta lagi dengan menggerakkan pinggulnya ke kanan dan ke kiri, tetapi ujung batang kemaluanku telah masuk cukup dalam ke dalam liang kewanitaannya hingga aku merasakan batang kemaluanku telah menembus sesuatu yang sangat kecil. Aku terus memasukkan batang kemaluanku lebih dalam lagi sampai semua batang kemaluanku tenggelam. Saat itu aku melihat Yuni memejamkan mata dan dia menggigit bibirnya yang bawah dengan giginya yang tampak putih berjajar rapi. Aku terus menggerakkan batang kemaluanku maju mundur keluar masuk liang kewanitaannya, sedangkan mulutku menghisap payudaranya bergantian. Aku merasakan seluruh batang kemaluanku seperti ditekan-tekan tetapi rasanya sangat hangat.
Sekitar 10 menit aku memasukkan batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya, sampai akhirnya kukeluarkan sperma yang sejak dari tadi kutahan. Kulihat spermaku keluar dari liang kewanitaannya tetapi warnanya telah bercampur dengan bercak-bercak darah, tidak terlalu banyak memang darah yang keluar, lain dengan Novi (pacarku red) yang saat itu sangat banyak darahnya.
Setelah itu aku lunglai di atas tubuh Yuni yang telah diam tidak bergerak dengan kepalaku berada di sisi kepalanya. Beberapa menit kemudian aku merasakan setitik air membasahi telingaku, aku terbangun dan kulihat setitik air keluar dari sisi kedua matanya yang masih terpejam. Saat itu baru aku sadar jika Yuni telah menangis, ya Tuhan.. Yuni menangis dengan menggigit bibirnya. Saat itu aku langsung merengkuh dan merangkul tubuhnya dengan erat, beberapa kali aku ucapkan kata maaf. “Kenapa.. kenapa kamu melakukan ini..?” Yuni berkata sambil menangis. Aku terus merangkul tubuhnya yang masih telanjang dengan erat sambil aku terus memohon maaf, tapi Yuni tidak memperdulikannya dia terus menagis dan berusaha melepaskan pelukanku.
Setelah aku melepaskan pelukanku, dia langsung tidur dengan tengkurap tetapi masih sesekali kudengar isakan tangisnya. Kudekati dia dan kubelai rambutnya, “Maaf Yun, aku lepas kontrol, sungguh aku tidak menduga kamu begitu terpukul dengan apa yang sudah aku lakukan. Kamu boleh memaki aku, kamu boleh memukul aku, tapi aku mohon kamu jangan menagis, aku sayang kamu, aku akan bertanggung jawab jika kamu menginginkannya, apa saja yang kamu inginkan aku akan penuhi, tapi tolong kamu mau maafin aku” Tak terasa air mataku juga telah mengalir saat aku mengucapkan kalimat itu. Aku merasa sangat menyesal telah melakukan hal itu kepada Yuni.
Beberapa saat setelah aku mengucapkan kalimat itu, kepala Yuni menoleh ke arahku. “Baik Mas, aku akan meminta satu permintaan untuk kamu, tapi tolong untuk saat ini kamu jangan ganggu aku, aku ingin tidur, aku akan katakan permintaanku besok jika kita udah pulang”, dia berkata dengan suara serak dan sedikit berat. Aku hanya mengangguk dan aku tidak mendengar lagi isakan tangisnya.
Malam itu aku sama sekali tidak dapat tidur, kupandangi tubuh Yuni yang tengkurap dan terlihat sedang tidur. Aku tidak berani menyentuhnya, saat kuperhatikan pada pantatnya terlihat bercak darah bercampur dengan spermaku. Aku beranikan diri untuk membersihkannya dengan sapu tanganku yang telah terlebih dahulu kubasahi dengan air hangat yang kuambil dari dispenser. Dengan sangat perlahan aku membersihkan pantat dan pahanya dari spermaku, kulihat Yuni masih tertidur. Tetapi tiba-tiba dia menggerakkan tubuhnya dan dia berganti posisi untuk telentang, untung dia masih tertidur. Selanjutnya aku kembali membersihkan spermaku yang membasahi rambut dan liang kewanitaannya juga dengan sangat hati-hati agar Yuni tidak terbangun, tetapi tanpa kusadari Yuni telah membuka matanya dan dia memandangiku dan memperhatikan apa yang sedang kuperbuat. Aku langsung menghentikan tanganku yang masih membersihkan rambut di liang kewanitaannya.
“Kamu nggak perlu melakukan itu Mas, udahlah aku juga salah kok, aku maafin kamu” Yuni berkata sambil menatap wajahku yang sejak tadi menunduk. Saat aku mendengar kalimat itu rasanya telah hilang semua perasaanku yang sejak tadi kutahan.
“Terima kasih Yun, terima kasih kamu udah mau maafin aku”, kataku terpatah-patah.
“Sudahlah, sekarang Mas tidur saja, besok Mas harus setir mobil, pinggangku sakit sekali”, Yuni berkata sambil menarik lenganku.
Beberapa jam kemudian aku terbangun, kulihat Yuni masih tertidur. Dengan hati-hati aku bangun dan kukecup keningnya dan aku berjalan menuju kamar mandi untuk mandi. Selesai mandi kuambil pakaianku yang kulepas di sisi tempat tidur. Saat aku akan mengambil pakaianku, kulihat Yuni terbangun dan dengan susah payah dia bangkit. Aku langsung menghampirinya dan kubantu dia untuk berdiri.
“Kamu mau mandi Yun, ayo aku antar”, kataku.
“Iya.. tapi aduh.. pinggangku sakit sekali Mas..” katanya.
“Kalau begitu aku mandiin ya.. aku janji nggak akan ngapa-ngapain kamu lagi”, kataku.
Dia mengangguk, kemudian kubopong dia menuju kamar mandi dan kududukkan di atas kloset duduk lalu kubersihkan seluruh tubuhnya. Karena saat itu aku belum berpakaian, maka aku juga ikut mandi lagi.
Setelah kami pulang, dalam perjalanan aku bertanya tentang permintaannya yang dikatakannya tadi malam. Seperti disambar petir rasanya saat dia berkata “Aku punya satu permintaan yang sebenarnya untukku juga sangat berat, tetapi itu harus kamu lakukan karena itu janjimu kemarin. Aku minta Mas tidak lagi menghubungi aku lagi, aku nggak bisa ngasih alasan dan tolong jangan tanya mengapa, itulah permintaanku”. Aku hanya bengong tidak dapat berkata apa-apa.
Kuantarkan dia sampai ujung gang, karena itu permintaannya dan setelah Vitara putih itu masuk ke dalam gang, aku kembali menuju jalan besar dan pulang naik taksi. Empat hari kemudian kuberanikan diri untuk menghubunginya, siapa tahu dia berubah pikiran. Saat aku hubungi melalui HP-nya, tidak pernah aktif dan kucoba menghubungi rumahnya ternyata yang menerima kakaknya dan mengatakan kalau Yuni pulang ke Surabaya dan katanya tidak mau diganggu oleh siapapun.
Sepuluh hari kemudian aku mendapat email dan mengatakan kalau saat itu ia berada di Melbourne dan akan kuliah di sana. Selain itu dia juga menceritakan panjang lebar tentang alasannya tidak mau bertemu aku lagi. Akhirnya kusadari dan kumaklumi alasannya. Dalam hati aku sering berpikir, seandainya aku tidak memperkosanya, aku pasti masih sering bercumbu dengannya. Sampai jumpa Yuni.