Wednesday, December 7, 2016

Permainan Ranjang Iza


Waktu itu Senin sore tanggal 26 Januari 2004 sekitar pukul 15.30 waktu Malaysia setelah mengunjungi Putrajaya tempat PM Malaysia berkantor di negara bagian Selangor, rombongan kami check in di PNB Darby Park yang terletak di jalan Binjau No.10 Kuala Lumpur dan lokasinya berdekatan dengan Tabung Haji Malaysia dan Menara Kembar (Twin Tower) Petronas yang cukup terkenal di dunia. Dari hotel tempat aku meningap itu, bila hendak ke menara kembar itu dengan jalan kaki bisa ditempuh dalam waktu 10 menit.

Aku mendapat kunci kamar dengan nomor 2805, yang berarti berada di lantai 28 dan masih menempati kamar executive suite yang memiliki dua kamar tidur, satu ruang tamu dan satu dapur. Sehingga, tiap kami pasti ada satu kamar yang kosong dan tak terisi. Aku berfikir, kenapa pihak penyelenggara Mega FAM Malaysia ini tidak menempatkan kami berdua dalam satu kamar sehingga tidak ada kamar yang kosong.

Permainan Ranjang Iza

Sekitar pukul 16.15, bell di kamarku berdering. Ternyata dari pemandu kami yang orang Pakistan untuk mengingatkan agar 15 menit lagi berkumpul di lobby hotel untuk bersiap-siap pergi pesiar ke KLCC yang terletak di bawah menara kembar Petronas, ke Menara Kuala Lumpur dan terakhir ke Genting Highland, dimana di lokasi dengan ketinggian sekitar 5.350 kaki itu juga terdapat kasino nomor dua terbesar di Asia.
Namun aku menyampaikan kepada pemandu itu dan juga kepada pimpinan rombongan, bahwa aku ingin istirahat saja di kamar, sekaligus menyatakan bahwa aku juga hendak ke China Town setelah magrib untuk membeli ole-ole buat teman-teman di kantor sepulang dari Malaysia nantinya. Akhirnya mereka mengerti dan meninggalkan aku sendiri di kamar.

Sepeninggalan teman-teman yang telah pergi shopping ke KLCC, untuk menghilangkan jenuh aku lalu menghidupkan VCD player yang ada di ruang tamu dengan memutar kepingan VCD “Tourism Malaysia” yang diberikan pihak penyelenggara seminar di The Puteri Pan Pasific Hotel di Johor Baru, beberapa hari lalu, sambil tidur-tiduran di atas sofa yang cukup lebar dan empuk. Mungkin karena capek setelah seharian mutar-mutar di Putrajaya, tak terasa aku tertidur dan baru terbangun ketika bell di kamarku berbunyi. Aku melihat jam, ternyata sudah pukul 18.45. Siapa pula yang datang? Teman-teman kembali nanti paling juga subuh karena memang ada diantara mereka yang ingin berjudi di Genting.

Dengan bermalas-malasan dan setelah merapikan baju kaos yang aku pakai, aku buka juga pintu kamarku. Sesaat aku terkaget dan seperti tidak percaya melihat orang yang berdiri di hadapanku.

“Iza..?” hanya itu yang bisa aku ucapkan sambil mengucek-ucek kelopak mataku.
“Kamu jahat. Kenapa kamu tidak memberitahuku jika kamu datang ke Malaysia? Bahkan ketika kamu sudah berada di Kuala Lumpur pun, kamu masih tetap tidak meneleponku,” cewek itu berceloteh terus sambil mendorong tubuhku ke dalam dengan tangan memukul dadaku.

“Aku bukannya sengaja untuk tidak meneleponmu. Tapi sungguh, nomor telepon kamu hilang ketika aku mengganti kartu halloku dengan navigator 64kb yang dikeluarkan Telkomsel. Aku ganti kartu, karena aku ingin mengaktifkan mobile banking, sementara memori untuk menyimpang nomor telepon di kartu baru itu tidak cukup untuk 250 nama seperti pada kartu lama. Aku baru tahu nomor kamu tidak ada di kartuku, setelah mau menelpon kamu ketika hendak berangkat ke Malaysia seminggu lalu,” ujarku menerangkan, sambil membelai rambutnya yang direbonding.

Oh ya, Iza adalah pacarku orang Malaysia dan kini berusia sekitar 23 tahun yang bekerja di salah satu perusahaan swasta cukup besar di negara jiran itu, yang ku kenal ketika dalam perjalanan dengan pesawat Silk Air menuju kota “P” dari Singapore tahun 2000 lalu. Dan selama di kota “P” aku selalu menemaninya kemana pergi, dan bahkan sempat beberapa kali tidur bersama. Iza yang bertubuh seksi dan sintal dengan tinggi sekitar 168 cm berkulit putih dan mirip artis Eddies Adellia. Pinggangnya ramping, pinggul padat berisi dan payudara yang montok serta padat dengan ukuran bra 36B. Dan setiap aku ke Malaysia atau dia ke kotaku, pastilah tidak pernah terlewatkan bagi kami berdua untuk bercinta.

Ketika aku tanyakan dari mana dia tahu kalau aku sedang di Kuala Lumpur dan menginap di PNB Darby Park, ia menyatakan tahu dari teman-temanku. Waktu dia sedang duduk-duduk di salah satu kafe di KLCC sepulang dari kerja, dan kebetulan melihat teman-temanku yang pakai kokarde “Mega FAM” bertuliskan dari kota “P”, dan menguping teman-temanku bercerita, dan ia mendengar namaku ikut disebut-sebut. Waktu itu, feelingnya langsung mengatakan bahwa nama Sandy yang disebut-sebut itu pastilah aku, sehingga ia memberanikan diri bertanya pada salah seorang temanku, dimana aku berada, setelah sebelumnya ia menyatakan bahwa ia mengenal aku. Akhirnya teman-temanku mengatakan bahwa aku sedang istirahat di hotel, dan ketika ia datang ke hotel tempat aku menginap, ia tanyakan namaku dan receptions hotel lalu memberi nomor kamarku.

“Syukurlah kamu bisa menemukan aku. Kamu tahu kenapa aku tidak mau gabung dengan teman-teman ke Genting? Itu karena aku punya rencana untuk datang ke rumahmu malam ini,” ujarku menjelaskan.
“Iya ke..,” rajuknya dalam logat Malaysia.
“Sure..!” jawabku pasti, sambil merengkuh pundaknya sehingga ia berada dalam pelukanku.
“Aku sungguh merindukanmu, Iza,” rayuku.
“Aku juga, makanya aku datang ke tempatmu,” balasnya.
“Kamu mau menemaniku disini malam ini kan?” tanyaku.

Iza menganggukkan kepalanya. Namun ia menyatakan bahwa ia harus menelepon temannya satu apartemen bersebelahan kamar untuk memberitahu, untuk memberitahu jika ia tidak pulang malam ini.

Karena tidak tahan lagi menahan rasa rindu yang memuncak serta keinginan untuk mereguk kenikmatan tubuhnya yang sensual dan sudah hampir satu tahun tidak aku cicipi itu. Kulihat Iza yang baru saja menelepon temannya itu sedang asyik menikmati siaran TV3 sambil menyandarkan tubuhnya dengan santai di sofa yang berukuran cukup panjang dan lebar itu. Aku mendekat dan langsung mengecup keningnya. Ia menengadah, dan ciumanku terus merambat turun ke bibirnya yang sensual.
“Ah..,” desahnya tertahan.

Ciumanku terus menjalar ke belakang telinganya dan terus ke lehernya yang jenjang. Sementara tanganku mulai menjalar mencari dua bukit kenyal yang montok dan selalu menantang itu. Kulihat ia mulai menggelinjang-gelinjang sambil merasakan nikmat permainan yang aku berikan.

Perlahan-lahan tapi pasti, aku mulai membuka baju kaos yang dipakainya, dan melanjutkan dengan membuka celana jeans ketat yang melekat di tubuhnya. Sehingga terlihat ia hanya menggunakan bra warna hitam yang serasi dengan celana dalamnya yang juga berwarna hitam. Sementara bibirku, tetap bermain di bibirnya yang ranum. Kemudian tangan kananku mulai mencari pengait bra yang dipakainya dan melepasnya.

Bibirku langsung beraksi mengulum puting susunya yang sudah mulai mengeras. Sekali-sekali aku gigit puting susunya yang berwarna coklat itu, sehingga ia terdengar mengerang. Sementara tangan kananku, terus merambat turun dan mulai memelorotkan celana dalamnya. Sesaat tanganku berhenti di gundukan daging di sela pangkal pahanya yang ditumbuhi bulu-bulu hitam lebat dan tertata rapi.
“Honey, please..!” rengeknya sambil berusaha membuka kaos singlet yang kupakai.

Kemudian dengan rakusnya iapun mulai menjilati dan menghisap puting susuku yang ditumbuhi bulu-bulu. Aku tergelinjang, dan seketika nafsuku semakin memuncak. Ia semakin bergelora dan terus menjilati tubuhku hingga ke bawah. Karena terhalang celana pendek yang kupakai, iapun lalu memelorotkannya, sehingga aku menjadi telanjang bulat seperti dirinya. Penisku terlihat mengacung dengan gagahnya ke atas.
“Oh..,” desahnya sambil menjilati seluruh batang penisku.

Tak cukup sampai disitu, ia lalu berusaha mengulum seluruh batang penisku. Namun karena tersekat di kerongkongannya, hanya sebagian saja yang bisa dikulum dan diisapnya, sehingga membuat aku kegelian dan semakin terangsang. Kemudian aku coba mengambil alih inisiatif dengan menarik tubuhnya ke atas serta menyandarkannya di sofa, dan kemudian aku mulai lagi menjilati dan menghisap puting payudaranya. Hisapanku lalu pindah ke bibir, ke telinga dan leher, sehingga membuatnya makin terangsang dengan hebat.

Ciuman lalu aku teruskan ke bawah, dan bermain-main sebentar di sekitar pusarnya. Kemudian bibirku terus merambat ke bawah, dan mendapatkan vaginanya yang berbulu lebat itu sudah mulai dibasahi cairan kental. Setelah kakinya aku angka dan bulu-bulu yang menutupi lubang vaginanya aku sibakkan, aku mulai menjilat clitorisnya dengan lidahku. Iza semakin menggelinjang menahan nikmat, sehingga setelah hampir lima menit lidahku bermain di lubang vaginanya, akhirnya aku lihat Iza berkelenjotan dan mengangkat tinggi pinggulnya dan terdengar teriakan tertahan.
“Oh, honey. Aku tak tahan lagi. Aku.. mau.. keluar..!’ teriaknya.

Tak lama kemudian aku melihat cukup banyak cairan kental menyembur dari lubang vaginanya. Sementara aku lalu menghentikan jilatan untuk memberikannya kesempatan menikmati orgasmenya yang pertama itu. Kemudian, dengan rakus aku jilati semua cairan yang keluar dari vaginanya itu.

“Ah, honey. Apa yang aku impikan selama satu tahun ini untuk bercinta kembali denganmu, akhirnya menjadi kenyataan,” katanya.
“Aku juga sayang, si kecil ini sudah lama berontak untuk bisa bersemayam di goa milikmu yang hangat itu,” balasku sambil mencium mesra bibirnya.

Ciumanku itu dibalas Iza dengan hangat. Kembali permainan lidah yang luar biasa terjadi. Sementara tangan kananku sibuk meremas dengan lembut dua bukit kembarnya yang sangat menantang itu. Lalu perlahan dan tanpa melepaskan ciuman bibir, aku bopong Iza ke dalam kamar dengan tetap membiarkan kaca jendela tidak ditutup gorden, sehingga menambah nuansa tersendiri dalam permainan seks kami.

Baru saja Iza aku rebahkan di ranjang, tiba-tiba ia bangkit dan mendorongku hingga tertelentang. Ia terlihat ingin mengambil inisiatif menyerang dengan menciumi seluruh bagian tubuhku dengan ganasnya. Akibatnya, penis aku yang sejak tadi sudah mengeras itu, sudah tidak sabaran lagi untuk bisa menyeruak ke dalam lubang kenikmatan Iza. Pada saat Iza asyik melumat bibirku, secara diam-diam “si kecil” aku arahkan tepat di lubang vaginanya.
“Ah, terus sayang..,” desahnya.

Sementara aku mengangkat pinggul agar penisku bisa masuk, Iza juga ikut membantu dengan menekan pinggulnya. Secara perlahan-lahan, penisku mulai dapat memasuki liang vagina Iza yang masih terasa sempit karena selalu dirawat dengan baik. Bless..! Semua batang penisku amblas masuk hingga dapat kurasakan menyentuh dasar vaginanya.
“Oh, terus honey. Enaakk..!” desahnya.

Karena aku merasakan goyangnya mulai mengendur karena lelah berada di atas, akhirnya aku mengambil inisiatif membalikkan tubuhnya hingga telentang, dengan penisku tetap berada di dalam vaginanya. Secara perlahan, aku mulai menggoyang pinggul untuk memaju mundurkan penisku di vaginanya, sementara lidahku tetap saling kait mengait dengan lidahnya. Kemudian lidahku merambat turun ke dadanya dan menghisap puting susunya yang mengeras, sementara aku tetap mempertahankan intensitas goyangan di pinggulku. Akibatnya, Iza terlihat sudah tidak bisa menahan seranganku, karena aku rasakan pinggulnya mulai diangkat dan kakinya mengejang.

“Oh, honey. Aku tak tahan lagi dan mau.. ke.. luar..’” erangnya.
“Tahan dulu sayang, kita keluarkan sama-sama,” ujarku tertahan.

Aku akhirnya aku tidak bisa menahan desakan di pangkal penisku yang terasa menghentak-hentak hendak menghantam vagina Iza. Dan dalam hitungan detik, akhirnya aku muntahkan seluruh sperma yang ada di penisku, sementara Iza juga kurasakan mengeluarkan lendir di vaginanya yang terasa hangat oleh batang penisku.

“Oh, aku benar-benar puas Sandy. Aku ingin kamu masih di KL agak beberapa hari lagi,” ujarnya sambil mengecup bibirku mesra.
“Bagaimana ya, tiketku tak bisa diundur karena sudah diprogram oleh penyelenggara Mega FAM. Aku harus pulang ke Indonesia pagi besok,” jawabku hati-hati.
“Pokoknya serahkan saja tiket itu padaku, aku yang akan mengaturnya. Kalaupun tiket pesawatmu tidak bisa di undur, biarkan saja, nanti aku ganti dengan tiket baru untuk kembali ke Indonesia hari Kamis tanggal 29 Januari,” katanya sambil mengelus dadaku yang sedikit berbulu. Aku menyatakan setuju, sehingga kulihat ia tersenyum karena merasa senang.

Dan menjelang pagi, kami sempat melakukan “pertarungan” sengit itu hingga empat kali, sehingga aku lihat Iza benar-benar terpuaskan oleh permainanku yang katanya sangat dahsyat itu. Ia juga berjanji untuk minta izin kepada atasannya selama 3 hari untuk menemaniku selama berada di Kuala Lumpur, sekaligus untuk melampiaskan nafsu syahwatnya yang juga sangat dahsyat itu.

Iza kembali ke apartemennya sekitar jam 04.30 untuk bersiap-siap pergi kerja, dan sekitar pukul 05.30 aku dibangunkan teman-teman untuk bersiap-siap menuju KLIA untuk seterusnya kembali ke kotaku. Namun kepada teman-teman aku sampaikan, bahwa aku masih akan tinggal di Kuala Lumpur hingga tanggal 29 Januari, karena ada sedikit urusan. Tentang tiket pesawatku yang tidak bisa diundur keberangkatannya, aku katakan sudah ada yang mengaturnya, sehingga teman-temanku dapat memahaminya.